Tepat malam rabu, aku mendengar berita dari temanmu bahwa kau sedang jatuh sakit. Saat itu aku bingung. Inginku menghubungimu dengan sekedar mengirim sms menanyakan kabarmu. Tapi, aku malu. Aku segera mengurungkan niatku itu. Tak beberapa lama, ada sebuah pesan masuk dari seorang teman wanitaku. Ia mengajakku untuk menjengukmu di rumah sakit. Lagi-lagi aku bingung harus berbuat apa. Setelah ku pikir dengan berbagai pertimbangan, aku tolak ajakan temanku itu dengan alasan aku malu bila harus bertemu denganmu.
Malam itu, aku tak bisa tidur. Aku resah memikirkan keadaanmu. Mau mengirim sms saja, aku malu. Apalagi menelfonmu. Itu hal yang tidak mungkin kulakukan karena aku benar-benar malu padamu. Mengingat dirimu berbeda dengan laki-laki kebanyakan, membuatku semakin malu untuk bertegur sapa denganmu walau hanya lewat dunia maya  sekalipun. Kaulah seorang laki-laki yang ahli tahajud. Kaulah laki-laki yang hafal al-qur’an dan senantiasa mempelajarinya. Kaulah laki-laki yang setiap malam minggu kutemui sedang berdakwah di masjid yang tak jauh dari rumahku. Kaulah laki-laki yang patuh kepada Ibu Bapakmu. Kaulah laki-laki yang mampu menjaga penampilanmu dan ibadahmu dari riya’. Kaulah laki-laki yang senantiasa menjaga pandanganmu dikala kau melihat wanita berpakaian ala kadarnya tanpa menutup aurat. Dan kaulah laki-laki yang baru aku temui, jika aku mengirim pesan padamu dengan kalimat panjang namun kau hanya membalasnya dengan singkat. Saat itulah, tanpa sengaja kau menyadarkanku bahwa sekedar mengirim sms saja bisa menjadi mendekati zina bila berlebihan. Sungguh, akhlakmu sangat menawan. Keindahan akhlakmu itu yang membuat diriku terpesona dan hatiku mampu kau pikat.
Jam menunjukkan pukul 01.11, aku masih tidak bisa tidur. Otakku penuh dengan berbagai pertanyaan mengenai kabarmu disana yang sedang terbaring lemah. Dadaku tiba-tiba terasa sesak dan air mataku mulai keluar membasahi wajahku yang tampak kusut. Aku baringkan tubuhku yang lemah  dan mencoba memejamkan kedua mataku. Aku tak bisa melakukan sesuatu apapun karena kusadar aku belum halal untukmu.
Andai kau halal untukku, kan kujaga dan kutemani dirimu yang sedang terbaring lemah. Kan kurawat dirimu dengan sejuta belaian kasihku hingga kau sembuh. Kan ku genggam tanganmu dengan kelembutan agar kau sanggup menahan rasa sakit yang kau derita. Kan ku kecup keningmu dengan kehangatan agar kau sadar bahwa aku kan selalu ada di sampingmu.
Andai kau halal untukku, akulah yang akan menjadi orang pertama yang senantiasa mengkhawatirkanmu. Akulah orang pertama yang akan kau lihat saat kau sadar dalam tidur panjangmu saat menghadapi masa kritismu.
Aku…
Aku…
Aku…
Dan Akulah orang pertama yang akan meminta kesembuhanmu kepada Rabbku dalam setiap do’a yang aku panjatkan dalam sujud malamku…
Andaikan kau halal untukku…
“(^_^)”


Cerita ini terinspirasi dari pengalaman seorang sahabatku.
Semoga bermanfaat.
Jika coretan pena ini tidak bermanfaat, dengan segala kerendahan hati, saya sebagai penulis minta maaf yang sebesar-besarnya.