Coretan Pena Cahaya

Tujuanku menulis hanya untuk sekedar melegakan rasa. Selebihnya, itu tergantung persepsi pembaca. (Latifa, N., 26111994)

Siang itu, seperti biasa sepulang dari kampus, aku disambut oleh teriknya matahari yang sangat panas.Ku sandarkan tubuhku di sebuah halte yang tak jauh dari kampus. Ku lepas tas ranselku dan ku ambil sebuah novel bersampul biru langit dari tasku. Ku biarkan tas itu tergeletak disampingku. Sambil menunggu angkot, ku bacanovel  bersampul biru langit itu. Novel itu baru saja ku pinjam dari seorang sahabatku, Raihan.Raihan adalah seorang sahabat terbaikku yang pernah ku kenal.Iaselalu mengingatkanku dalam kebenaran dan kesabaran. Hampir setiap saat, ia mengirimkan sms tausiyah yang senantiasa ku tunggu-tunggu. Aku mengenalnya dari  awal masuk kuliah hingga kini. Kehadiran Raihan dalam hidupku membawa dampak positif bagiku terlebih bagi agamaku.Sejak bersahabat dengannya, diam-diam aku menyimpan rasa yang selama ini ku pendam.Hampir setahun aku memendam perasaan itu.Sayangnya, Raihan tak pernah tahu tentang hal ini.
Awalnya aku tak menyangka bisa menaruh hati kepada sahabatku sendiri.Sampai saat ini, aku masih belum mampu tuk mengungkapnya.Hidup bersamanya dan menjadi Zaujatinya adalah impianku.Aku mencintai Raihan karena agama yang ada pada dirinya.
Ditengah-tengah keasyikan membacaku, tiba-tiba ada seseorang yang menepuk pundakku.
“Kak, surat undangannya jatuh.” sapa seorang anak laki-laki kira-kira berumur 7 tahun.Aku tersentak kaget dan bertanya-tanya dalam hati, “Sejak kapan aku menerima surat undangan??”
“Ini surat undangan milik kakak kan?”tanya anak laki-laki itu.
Tanpa berpikir panjang, aku mengambilnya dari tangan si mungil itu.
                “Ooh..iya. Itu milik kakak. Makasih ya Dik..”ujarku.
                “Sama-sama Kak..”ungkap anak laki-laki itu sambil berlalu pergi.
Aku penasaran dengan isi surat undangan pernikahan itu. Segera ku tutup novel yang sedang ku baca dan dengan cepat tanganku membuka surat undangan itu. Dalam surat undangan pernikahan itu tertulis nama sahabatku, Raihan Al Hafidz dengan Zahra Auliyah. Seketika itu, sekujur tubuhku terasa begitu lemas. Selama ini Raihan tak pernah bercerita bahwa ia sudah memiliki calon pendamping hidup. Apalagi berencana untuk menikah.
                “Raihan….”lirihku dalam hati.
Aku masih tak percaya dengan surat undangan yang baru saja ku baca. Aku segera berdiri dan mengambil tas ranselku. Aku berlari menuju kampus berharap aku bisa bertemu dengan Raihan.
                Terlihat Raihan sedang duduk di bawah pohon beringin berteman dengan sebuah laptopnya. Rupanya ia sedang sibuk mengerjakan sesuatu yang tidak ku ketahui.
                “Raihan....!!!!” teriakku.
Ia menoleh kearahku dan tersenyum.
                “Ada apa ya Ukhtie..” sapa Raihan.
                “Aku ingin berbicara sesuatu padamu.”ujarku dengan nafas terengah-engah.
                “Sebelum bicara, sebaiknya kau minum dulu…”ujar Raihan sambil memberiku sebotol air mineral.
                “Syukron ya Akhie.. ” ujarku.
Aku langsung meminumnya dan mencoba menenangkan nafasku yang sempat terengah-engah.
                “Oh ya..bicara tentang apa ya Ukhtie..”tanya Raihan.
                “Tentang surat undangan pernikahan ini.”sahutku sambil menunjukkan surat undangan itu padanya.
                “Ooh..surat undangan itu? Kau baru membacanya ya??”tanya Raihan.
                “Iya, tadi sewaktu aku menunggu angkot dan membaca novelmu, ada seorang anak laki-laki yang mengaku bahwa ia menemukan surat undangan ini jatuh.Memangnya kapan kau memberiku surat undangan pernikahan ini?”
                “Aku memang tidak memberi surat undangan itu secara langsung padamu.Aku ingin membuat kejutan untukmu.Makanya, aku selipkan undangan itu pada lembaran-lembaran dari novel yang kau pinjam tadi.”jelasnya.
                “Benarkah??”tanyaku tak percaya.
                “Apa wajahku tampak sedang bercanda?”Cakap Raihan sambil tersenyum.
                “Kenapa kau tidak memberitahuku bahwa kau sudah punya calon pendamping hidup dan sebentar lagi kau akan menikah??”
                “Afwan ya Ukhtie.., aku cuma ingin memberimu kejutan dan membuatmu senang ketika kau tiba-tiba mendengar kabar bahwa  aku akan menikah.”
                “Kejutan katamu???”ujarku  kaget.
Seketika itu, aku langsung terdiam dan menundukkan kepalaku.Tiba-tiba dadaku terasa begitu sesak.
                “Ada apa ya Ukhtie? Kamu sakit?”tanya Raihan.
Aku masih tetap diam menahan rasa sakit yang terus menjalar dalam dadaku. Melihat ada sesuatu yang aneh denganku, tiba-tiba Raihan mematikan laptopnya dan segera mengemasinya dalam tas ranselnya. Ia segera mendekatiku dan bertanya sekali lagi,”Kamu sakit??”bisiknya.
                “Tidak, aku tidak sakit Raihan…”lirihku pelan.
                “Lantas, kenapa tiba-tiba kau diam?Aku jadi tak mengerti.”
Aku kembali menundukkan kepalaku.Aku merasa sudah tidak mempunyai kekuatan lagi untuk bicara.Aku masih tidak bisa menerima kenyataan pahit ini. “Aku tidak bisa..ya Rabb..”lirihku dalam hati.
Sementara itu, Raihan masih duduk di sampingku.Tiba-tiba airmataku mengalir keluar membasahi pipiku.Raihan yang duduk di dekatku nampak kebingungan.
                “Kau kenapa ya Ukhtie.., Apa karena surat undangan itu yang membuatmu begini? Afwan ya Ukhtie..”ujarnya.
Aku masih saja terdiam dan menangis mencoba untuk tetap menahan perasaan itu.
                “Bicaralah ya Ukhtie…”pinta Raihan.
Rupanya, aku sudah tidak sanggup lagi tuk menahannya.Aku bertekad untuk mengungkapkan perasaan itu. Sebelum dia menjadi suami orang lain, tak ada salahnya bagiku tuk sekedar mengungkapkan perasaan itu tanpa berharap ia akan membatalkan pernikahannya.
                “Aku mencintaimu ya Akhie…, Aku mencintaimu karena agama yang kau miliki.Sungguh aku mencintaimu karena Allah ya Akhie..”ujarku dengan nada terisak-isak.
Raihan tersenyum mendengarnya dan membalas,” Semoga Allah yang menjadikanmu mencintaiku juga mencintaimu sebagaimana engkau mencintaiku. “
                “Aamiin ya Rabbal ‘alamin..”lirihku pelan.
                “Afwan ya Ukhtie, aku tidak bisa menikahimu.Aku tidak bisa mewujudkan impianmu tuk menjadi makmumku.Mungkin, aku bukanlah laki-laki yang Allah pilihkan tuk menjadi imammu.Sungguh, kaulah sahabat terbaikku.Tegarkanlah hatimu dan aku mohon keikhlasanmu tuk ijinkan aku menikah dengan Zahra.”
                “Iya akhie.., sungguh aku telah ikhlas karena Allah semata.Semoga kau menjadi Zaujie yang mampu membimbing zaujatimu menuju JannahNya. Aamiin..”
                “Aamiin..syukron atas do’anya ya Ukhtie..”ungkap Raihan senang.
Tiba-tiba Raihan mengambil sebuah Al-qur’an dalam tas ranselnya.
                “Aku berikan Al-qur’an ini untukmu.Jika suatu saat kau menemukan kegundahan dalam hidupmu, bacalah Al-qur’an ini agar Allah senantiasa menyejukkan hatimu. Dan biarkan Al-qur’an ini yang akan selalu menghiasi perjalanan hidupmu. Terimalah sebagai tanda persahabatan kita karena Allah.Saling mengingatkan dalam kebenaran dan kesabaran. La Tahzan ya Ukhtie…”
                “Iya.., syukron ya Akhie..”ujarku senang.
***
Cinta karena Allah sangatlah berbeda dengan cinta karena syahwat yang memuncak di hati kita. Cinta karena Allah adalah mencintai iman, agama dan akhlak yang dimiliki oleh seseorang itu. Cinta karena Allah akan senantiasa membawa kita tuk dekat denganNya. Semakin kita mencintainya karena Allah, semakin kita dekat dengan Rabb kita.
                Memiliki rasa cinta kepada iman dan orang-orang mu’min merupakan rahmat dan karunia Allah yang besar.Ini merupakan kasih sayang Allah kepada setiap insan Mu’min. Rasulullah bersabda, “ Tiang yang paling kokoh dan iman adalah mencintai karena Allah dan membenci karena Allah" (HR. Muslim)
                “Ya Allah sesungguhnya kami memohon kecintaan kepada-Mu, mencintai orang-orang yang Engkau cintai dan mencintai amalan-amalan yang dapat mendekatkan diri pada cinta-Mu dan jadikanlah kecintaan kami kepada-Mu melebihi kecintaan kami pada diri kami, keluarga kami, dan air dingin yang segar.”

Akhir kata, “Tidak perlu bersedih, ketika orang yang kita cintai memilih orang lain tuk dijadikan pasangan hidup. Yakinlah, Allah akan telah menyiapkan seseorang yang jauh lebih pantas bagi anda. Tetap cintai saudara anda karena Allah.”





Tepat malam rabu, aku mendengar berita dari temanmu bahwa kau sedang jatuh sakit. Saat itu aku bingung. Inginku menghubungimu dengan sekedar mengirim sms menanyakan kabarmu. Tapi, aku malu. Aku segera mengurungkan niatku itu. Tak beberapa lama, ada sebuah pesan masuk dari seorang teman wanitaku. Ia mengajakku untuk menjengukmu di rumah sakit. Lagi-lagi aku bingung harus berbuat apa. Setelah ku pikir dengan berbagai pertimbangan, aku tolak ajakan temanku itu dengan alasan aku malu bila harus bertemu denganmu.
Malam itu, aku tak bisa tidur. Aku resah memikirkan keadaanmu. Mau mengirim sms saja, aku malu. Apalagi menelfonmu. Itu hal yang tidak mungkin kulakukan karena aku benar-benar malu padamu. Mengingat dirimu berbeda dengan laki-laki kebanyakan, membuatku semakin malu untuk bertegur sapa denganmu walau hanya lewat dunia maya  sekalipun. Kaulah seorang laki-laki yang ahli tahajud. Kaulah laki-laki yang hafal al-qur’an dan senantiasa mempelajarinya. Kaulah laki-laki yang setiap malam minggu kutemui sedang berdakwah di masjid yang tak jauh dari rumahku. Kaulah laki-laki yang patuh kepada Ibu Bapakmu. Kaulah laki-laki yang mampu menjaga penampilanmu dan ibadahmu dari riya’. Kaulah laki-laki yang senantiasa menjaga pandanganmu dikala kau melihat wanita berpakaian ala kadarnya tanpa menutup aurat. Dan kaulah laki-laki yang baru aku temui, jika aku mengirim pesan padamu dengan kalimat panjang namun kau hanya membalasnya dengan singkat. Saat itulah, tanpa sengaja kau menyadarkanku bahwa sekedar mengirim sms saja bisa menjadi mendekati zina bila berlebihan. Sungguh, akhlakmu sangat menawan. Keindahan akhlakmu itu yang membuat diriku terpesona dan hatiku mampu kau pikat.
Jam menunjukkan pukul 01.11, aku masih tidak bisa tidur. Otakku penuh dengan berbagai pertanyaan mengenai kabarmu disana yang sedang terbaring lemah. Dadaku tiba-tiba terasa sesak dan air mataku mulai keluar membasahi wajahku yang tampak kusut. Aku baringkan tubuhku yang lemah  dan mencoba memejamkan kedua mataku. Aku tak bisa melakukan sesuatu apapun karena kusadar aku belum halal untukmu.
Andai kau halal untukku, kan kujaga dan kutemani dirimu yang sedang terbaring lemah. Kan kurawat dirimu dengan sejuta belaian kasihku hingga kau sembuh. Kan ku genggam tanganmu dengan kelembutan agar kau sanggup menahan rasa sakit yang kau derita. Kan ku kecup keningmu dengan kehangatan agar kau sadar bahwa aku kan selalu ada di sampingmu.
Andai kau halal untukku, akulah yang akan menjadi orang pertama yang senantiasa mengkhawatirkanmu. Akulah orang pertama yang akan kau lihat saat kau sadar dalam tidur panjangmu saat menghadapi masa kritismu.
Aku…
Aku…
Aku…
Dan Akulah orang pertama yang akan meminta kesembuhanmu kepada Rabbku dalam setiap do’a yang aku panjatkan dalam sujud malamku…
Andaikan kau halal untukku…
“(^_^)”


Cerita ini terinspirasi dari pengalaman seorang sahabatku.
Semoga bermanfaat.
Jika coretan pena ini tidak bermanfaat, dengan segala kerendahan hati, saya sebagai penulis minta maaf yang sebesar-besarnya.


               


Untuk Ukhti yang sangat Ummi sayangi,,
Ukhti, anakku..dengarkanlah…
Tak terasa kau sudah menginjak usia remaja. Ummi senang melihatmu tumbuh semakin dewasa dan kau nampak begitu cantik.Ummi tahu, sekarang kau bukan lagi gadis kecil Ummi yang selalu menangis manja dikala Ummi tidak menuruti kemauanmu, kau bukan lagi gadis kecil yang penuh dengan kebebasan bermain dengan siapapun.
Ketahuilah anakku,,
Sekarang dunia kecilmu mulai berlalu pergi meninggalkan sejuta kenangan masa kecilmu. Kini kau harus siap menghadapi dunia remajamu yang penuh dengan liku-liku cobaan. Kau jangan takut menjalani duniamu yang baru. Kau cukup membekali dirimu dengan pengetahuan agama dan iman yang ada pada dirimu. Selama kau berada di jalan Allah, Ummi yakin kau akan merasa aman-aman saja.
Sebelum kau beranjak pergi meninggalkan dunia kecilmu, Ummi hanya ingin berpesan kepadamu.
Ummi harap, kau menuruti pesan Ummi. Ummi tidak ingin kau mengabaikannya. Ini cukup serius untuk bekal perjalanan masa depanmu.
Anakku,,,
Ummi berharap kau menutup auratmu kapanpun dan dimanapun kau berada. Ulurkan jilbabmu hingga dada. Jangan sesekali kau membuka auratmu pada lelaki yang bukan mahrammu. Batasilah pergaulanmu dengan lawan jenismu. Ingat, kau bukan lagi gadis kecil. Sekarang kau punya perhiasaan yang harus benar-benar kau jaga. Jika kau lalai, maka akan berakibat fatal. Ummi yakin, kau faham maksud Ummi.
Anakku,,,
Ummi juga pernah mengalami masa-masa remaja sepertimu. Ummi yakin, kau akan merasakan jatuh cinta pada lawan jenismu suatu saat nanti. Karena rasa itu sudah manusiawi.  Jika rasa itu sudah menghampirimu, kau akan diterjang musibah yang lebih berat. Disinilah imanmu akan di uji. Jangan turuti hawa nafsumu jika kau ingin selamat. Kendalikan perasaanmu dan yakinlah Allah sudah menyiapkan lelaki idaman yang  jauh lebih baik di Lauh Mahfudz. Jangan kau khianati lelaki pilihan Allah. Kau harus tetap menunggu dan bersabarlah. Jaga dirimu sebaik mungkin. Kau pasti akan dipertemukan dengan calon imammu dalam keadaan baik layaknya dirimu. Jika kau diganggu oleh lelaki, jangan kau hiraukan dan mendekatlah pada Allah. Rajin-rajinlah beribadah, dirikan sholat baik fardhu ataupun sunnah. Baca Al-qur’an dan pahamilah. Jika kau bisa memahami, amalkanlah. Ummi yakin, kau pasti bisa.
Anakku,,,
Pilihlah teman yang bisa membawamu ke arah yang lebih baik, bukan malah menjerumuskanmu. Kau bukanlah gadis bodoh yang tidak bisa membedakan mana teman yang baik atau tidak bagimu. Sebenarnya, Ummi mengijinkan kau berteman dengan siapa saja. Tapi, melihat kau masih asing dengan dunia barumu, alangkah baiknya kau berteman dengan orang-orang yang baik menurut islam agar kau tidak terjerumus.
Anakku,,,
Mungkin Ummi cukup cerewet. Tapi, Ummi menasehatimu begini karena Ummi sayang dan peduli padamu. Janganlah kau berpikir bahwa Ummi jahat, Ummi Egois, Ummi gak gaul atau apalah. Ini semua demi kebaikanmu putriku…
Mengertilah…
Ummi sangat menyayangimu melebihi apapun di dunia ini,,
Ummi hanya ingin kau menjadi muslimah, anakku..
Muslimah sejati…

Ukhti, Ummi uhibbuki fillah..



Diberdayakan oleh Blogger.

Followers

About Me

Foto Saya
Nur Latifa
Seseorang yang sedang memantaskan diri untuk menyambut pangeran yang akan Tuhan kirimkan esok. Memantaskan diri untuk bersanding dan menuju surga dengannya. Dengan pangeran pilihan Tuhan.
Lihat profil lengkapku
Free Website templatesfreethemes4all.comLast NewsFree CMS TemplatesFree CSS TemplatesFree Soccer VideosFree Wordpress ThemesFree Web Templates