“Bunda…Bunda…”teriak Aisyah memanggil bundanya yang saat itu sedang di dapur. Ia berlari menuju ke dapur dengan semangatnya. Senyum manis bibir merahnya merekah indah di wajah putihnya.
Ada apa Aisyah? Kok senyum-senyum seperti itu? Aisyah mendapat hadiah ya?”tanya sang Bunda.
“Iya Bunda.., Aisyah seneng dapat hadiah ini. Aisyah bantu masak ya bunda.”
“Tumben ne, anak bunda rajin. HayoO hadiah dari siapa tuh…”ledek sang bunda.
“Hadiah dari Allah, Bunda..”jawab Aisyah dengan riangnya.
“Hadiah dari Allah??”tanya bunda dengan nada sedikit penasaran.
“Iya..dari Allah. Nanti Aisyah ceritain ya bunda. Seusai masak.”
Sang bunda tersenyum melihat buah hatinya senang. Namun dalam hatinya, sang bunda menyembunyikan rasa penasaran perihal apa yang membuat putrinya tersenyum kegirangan. Seusai memasak, sang bunda menagih janji putri sulungnya untuk menceritakan tentang hadiah yang telah Allah berikan.
                “Aisyah…, Aisyah lupa ya? Katanya mau cerita sama bunda?”
                “Oh… iya Bunda. Tapi janji ya, bunda jangan marah. Janji??” sambil mengangkat jari kelingkingnya.
Lalu sang bunda mempertemukan jari kelingkingnya dengan jari kelingking putrinya hingga membentuk tanda silang dan kemudian saling mengikatnya satu sama lain. “Iya deh, Bunda janji sayang…”
                “Jadi, begini bunda. Aisyah merasa dapat hadiah dari Allah. Hadiah itu berupa perasaan cinta di hati ananda. Yah…Aisyah jatuh cinta dengan seorang ikhwan, teman seSMA, Bunda..”
                “Alhamdulillah, lalu rencana Aisyah apa?”tanya sang bunda.
                “Rencana apa Bunda? Aisyah tak mengerti maksud bunda.”sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
                “Ya, rencana apa yang bakal Aisyah lakukan dengan perasaan itu? Apa Aisyah mau pacaran?”
“Aisyah juga tidak tahu. Aisyah juga belum mengungkapkan perasaan ini padanya. Menurut bunda, apa yang harus Aisyah lakukan dengan perasaan ini?”
Sang bunda tersenyum dan bertanya,”Bukankah tadi di dapur, Aisyah bilang sama bunda bahwa hadiah itu dari Allah?”
“Iya..Bunda. Aisyah bilang seperti itu karena Aisyah tahu Allah Maha dari Segalanya. Aisyah juga sadar, perasaan ini Allah yang menciptakan dan memberikannya kepada Aisyah. Aisyah ingin menjaga hadiah Allah ini agar tetap indah. Tapi, Aisyah tidak tahu caranya Bunda.”
Sang bunda tersenyum lagi dan mendekati putrinya lebih dekat. Kemudian merangkulkan tangannya di pundak putrinya. Aisyah yang saat itu duduk dengan posisi kepala berdiri tiba-tiba menidurkan kepalanya dibahu sang bunda.
“Bunda…, Aisyah tidak tahu apa yang harus Aisyah lakukan dengan perasaan indah ini. Aisyah baru pertama kali merasakannya dan subhanallah terasa nyaman di hati Aisyah.”
“Iya, bunda mengerti sayang. Dulu ketika remaja, bunda juga merasakan hal yang sama seperti yang sedang Aisyah rasakan saat ini. Yah..dulu bunda juga pernah jatuh cinta pada seorang ikhwan yang amat menawan akhlaknya. Kadang bunda sampai menangis ketika bunda merindukannya. Bunda mencintainya karena kesholehan yang ada pada dirinya. Saat itu, bunda berkeinginan untuk memendamnya saja di hati Bunda. Bunda tak pernah mengungkapkan perasaan bunda padanya. Bunda tidak ingin menempuhnya dengan jalan pacaran. Dengan kata lain, bunda mencintai seorang ikhwan itu dalam diam. Hingga suatu hari, ada seorang ikhwan yang datang menemui kakek dan nenek dengan tujuan untuk mengkhitbah bunda.”
“Siapa ikhwan yang mengkhitbah bunda?? Abi-kah??”tanya Aisyah.
Sang bunda tersenyum dan melanjutkan ceritanya.
“Subhanallah sayang…, seorang ikhwan yang datang kerumah dan berani mengkhitbah bunda saat itu adalah ikhwan yang bunda cintai dalam diam itu. ikhwan itu adalah Abi. Saat itu bunda merasa bahwa keistiqomahan bunda dalam menjalani fase penantian itu ternyata membawa berkah yang amat terasa nikmatnya. Jadi, apa yang Aisyah dapat simpulkan dari cerita bunda?”
Aisyah diam sejenak. Kemudian mengangkat kepalanya dari bahu sang bunda. Aisyah menatap mata indah sang bunda dan memegang kedua tangannya. Lalu Aisyah berkata, “ Terima kasih bunda,kini Aisyah telah mengerti apa yang harus Aisyah lakukan dengan perasaan ini. Aisyah ingin memendam perasaan ini dan menitipkan segala asa dan rasa di hati ananda hanya kepada Allah. Biar Allah yang akan menjaga dan memelihara perasaan ini. Jika kiranya perasaan ini salah, biar Allah yang menghapusnya dan menggantinya dengan perasaan yang lebih indah lagi. Aisyah akan istiqomah dalam penantian ini. Sekali lagi, terimakasih ya Bunda..”
Lalu, Aisyah melepas tangan dari genggaman sang bunda dan memeluk sang bunda dengan perasaan damainya.

***