Coretan Pena Cahaya

Tujuanku menulis hanya untuk sekedar melegakan rasa. Selebihnya, itu tergantung persepsi pembaca. (Latifa, N., 26111994)


Alhamdulillah, saya masih diberi kesempatan untuk menikmati oksigen dengan gratis, menikmati keindahan alam dengan gratis, berjalan di bumi dengan gratis dan yang terpenting, alhamdulillah masih diberi akal untuk bersyukur.
Dalam sebuah kesempatan, di pagi yang cerah, saya dipertemukan dengan seorang laki-laki yang sedang mengayuh sepedanya sambil membawa tumpukan rumput yang diletakkan di belakangnya. Subhanallah..  Secara tidak langsung, lelaki itu mengajarkan saya tentang arti bersyukur.
Sering saya temui, masih banyak orang yang mengeluh karena ia tidak mendapatkan apa yang diinginkannya. Jarang sekali mereka bersyukur. Padahal, Allah sudah memberinya pakaian, rumah, motor, mobil dan anak-anak yang lucu. Andai saja, mereka menyempatkan waktunya sejenak untuk bersandar dan berpikir lagi, sebelum memutuskan untuk protes kepada Allah perihal keinginannya yang tidak tercapai. Tentu mereka akan malu.
Sahabat, betapa Allah itu sangat baik dan Maha baik. Allah sudah memberi apa yang kita butuhkan. SEMUANYA. Gak percaya?? Mari kita cek. Allah sudah memberi kita organ tubuh yang lengkap baik organ dalam ataupun luar. Dari organ yang sangat berpengaruh dalam kehidupan kita, yaitu jantung. Bayangkan jika Allah tidak memberi kita jantung, sanggupkah kita hidup? TIDAK. Maka bersyukurlah sahabat semua masih diberi jantung.
Selain jantung, Allah memberi kita sistem respirasi, sirkulasi, transportasi, koordinasi, hormon, imun, gerak, indra dll., yang masih berjalan dengan baik. Bayangkan jika salah satu sistem itu tidak bekerja. Pasti kita sekarang sudah terbaring lemah di rumah sakit. Masih kurang? Lanjut…
Allah memberi kita banyak kesempatan. Misalnya, kesempatan untuk sekolah. Masih banyak kan? Teman atau tetangga kita yang putus sekolah karena permasalahan biaya. Sedangkan kita?? Kita diberi kesempatan untuk menikmati sekolah hingga jenjang perguruan tinggi. Masihkah itu kurang? Lanjut…
Allah sudah memberi kita banyak kemudahan. Misalnya, kemudahan untuk berjalan, berlari, bekerja, menulis dll. Coba kita intip, orang yang terkena stroke. Bisakah ia berjalan dengan mudah seperti kita?? Tentu tidak. Orang penderita stroke membutuhkan alat bantu untuk berjalan. Sedangkan kita? Tidak. Masihkah itu kurang? Lanjut…
Allah memberi kita keluarga yang sangat mencintai kita. Sahabat, bukankah di Negara kita ini banyak kasus tentang pembunuhan bayi yang dilakukan oleh ibu kandungnya sendiri? Tapi, alhamdulillah kasus tersebut tidak terjadi pada kita. Ibu, Bapak, dan saudara-saudara kita begitu sayang dan mencintai kita. Masihkah itu kurang? Ok. STOP.
Percuma dilanjut. Sungguh, kita tak akan sanggup memaparkan pemberian-pemberian Allah satu per satu. Karena Allah sudah menjelaskannya dalam Surah An-Nahl (16):18 yaitu ‘Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.’ Sudah jelas kan?
Sahabat, marilah kita latih hati kita untuk senantiasa bersyukur. Hidup itu sudah susah, jangan dibuat susah. Syukuri saja setiap kejadian yang menimpa kita. Ingat, jangan dibuat susah yaaa.. Bukanlah suatu permasalahan yang besar, jikalau apa yang kita inginkan tidak kunjung atau gagal kita dapatkan. Allah Maha mengetahui dan kita tidak tahu. Allah punya alasan mengapa Dia tidak mengabulkan keinginan itu. Sekali lagi bersyukurlah dan lihat di sekitar kita, masih banyak yang hidupnya tidak seberuntung kita. Alhamdulillah… Segala puji hanya bagi Allah, Tuhan Semesta Alam..




  



Assalamu’alaikum warahmatullah..
            Kali ini ijikanlah saya untuk berbagi pengalaman kepada para sahabat dan teman-teman semuanya lewat tulisan ini. Tujuan saya hanya ingin berbagi bukan untuk yang lainnya. Saya harap teman-teman bisa mengambil sebuah pelajaran dari pengalaman saya dan semoga Allah meridhoi niat saya.  Aamiin..

Ada Apa Dengan Sholatku?
            Tak terasa saya sudah menjalani kehidupan ini selama 17,5 tahun tetapi,  jujur saya baru saja bisa merasakan nikmatnya sholat.  Yah…baru saja bisa!
Selama ini, saya selalu bertanya-tanya dalam benak saya tentang salah satu firman Allah yang ada dalam Surah Al-Ankabuut (29):45 bahwa “Sesungguhnya sholat itu mencegah dari perbuatan keji dan mungkar.”
            Sudah jelas, Allah sendiri yang bilang bahwa sholat itu mencegah dari perbuatan keji dan mungkar. Tapi kenyataannya kenapa saya masih berbuat dosa? Saya masih saja suka bersu’udzon, gosip, suka ikut campur urusan orang dan masih banyak lagi. Intinya saya selalu membuat Allah murka. Padahal saya sholat tepat 5 waktu, tidak bolong. Tapi, kenapa masih saja berbuat dosa? Apa ada yang salah dengan sholatku?
Hemm..ijinkanlah saya mengoreksi sholat saya sendiri. Sebentar saja.
-          Saya akui, saya selalu mengerjakan sholat, tapi saya sering menunda. Saya lebih suka mendahulukan kepentingan duniawi daripada sholat. Misalnya, saya sering kali menunggu jam 21.00 atau jam 22.00 untuk melakukan sholat isya’, padahal sebenarnya saya bukanlah orang yang sibuk, tugas saya cuma belajar dan itupun sebenarnya bisa ditunda sebentar untuk melaksanakan sholat.
-          Saya sholat, tapi cuma sekedar sholat. Maksudnya, saya sholat tapi saya tidak mengerti arti dari setiap bacaan sholat. Jadi, hati saya tidak bisa memaknai apa yang saya ucapkan saat sholat.
-          Tubuh saya sholat, tapi pikiran saya tidak. Saat sholat, saya tidak bisa mengontrol otak saya sendiri. Saat bersujud pun, pikiran saya masih kemana-mana dengan kata lain ‘TIDAK FOKUS’.
-          Saya sholat, tapi saya tidak merasakan kehadiran Allah. Hmmm..ini parah!!
-          Saya sholat, tapi tergesa-gesa. Paling-paling hanya 5 menit saja saya sholat dan itu sudah dengan dzikirnya. Hmm..parah kan??
            Dari pengakuan – pengakuan saya diatas, mustahil jika saya berharap bisa menikmati kelezatan sholat. Hingga suatu hari, saya merenung. Saya memikirkan bagaimana caranya saya benar-benar bisa merasakan nikmatnya ibadah sholat. Saya ingin sholat saya berkualitas. Saya ingin membuktikan bahwa firman Allah yang terdapat dalam Surah Al-Ankabuut (29):45 benar adanya. Saya terus merenung tapi tidak ada hasilnya. Saya tidak menemukan jalan keluarnya.

 Beberapa hari kemudian, Allah memberi solusinya.
Ceritanya begini, waktu itu saya sedang menonton tv. Tiba-tiba ayah datang menghampiri saya dengan membawakan buku saku yang berjudul, “Sifat Sholat Nabi”. Ayah menyuruh saya untuk mempelajarinya. Sebelum memberi buku saku itu ayah mengingatkan,”Nak, kalau sholat jangan sekedar sholat. Tapi usahakan kamu bisa memaknai arti dari setiap bacaan sholat. Beda lho rasanya, sholat yang benar-benar sholat sama yang hanya sekedar sholat.” Saya makin penasaran gimana rasanya sholat yang benar-benar sholat.  Akhirnya, saya pelajari buku saku itu. Ternyata ada yang salah dengan gerakan sholat yang selama ini saya kerjakan. Misalnya,  posisi jari tangan ketika takbiratul ihram, posisi jari tangan ketika rukuk, posisi sujud yang benar de el el. Hmm.. astaghfirullah, pantas saja saya tidak bisa merasakan nikmatnya sholat, orang gerakannya saja ada yang salah. Selain membaca buku saku itu, saya teringat sebuah buku saku yang pernah ibu berikan. Buku saku itu berjudul, “Kiat Sholat Khusyuk”.
Nah, di dalam buku saku “Kiat Sholat Khusyuk” ada kata-kata dari pengarang yang sampai saat ini saya ingat dan saya praktekkan, diantaranya :
1.      Ketahuilah bahwa di antara amalan yang paling utama dalam pandangan Allah Swt. adalah   SHOLAT TEPAT PADA WAKTUNYA.
2.      PAHAMI setiap bacaan sholat sehingga DIMENGERTI oleh HATI kita.
3.      Yakinilah bahwa Allah sedang menatap, memperhatikan dan mendengar apapun yang terucap bahkan yang terlintas dalam hati kita.
4.      Katakan dalam hati sebelum memulai sholat, siapa tahu umurku tak panjang. Mungkin ini SHOLAT TERAKHIRKU. Jadi, aku harus mempersembahkan SHOLAT YANG TERBAIK. Aku harus bisa KHUSYUK.
            Setelah meresapi kata-kata di atas, saya bertekad ingin berubah. Saya mulai belajar memahami dan memaknai setiap bacaan sholat saya. Saya yang dulunya malas, sekarang berusaha untuk selalu sholat tepat waktu. Intinya, saya ingin merasakan nikmatnya sholat.
Dan Subhanallah… saya merasakan perubahan besar dalam diri saya. Sekarang saya sudah bisa menikmati lezatnya sholat. Memang, sholat itu seperti narkoba yang bisa membuat kecanduan. Benar-benar kecanduan. Rasanya saya ingin sholat terus dan tidak beranjak dari tempat sholat saya.
            Saya sangat bersyukur, Allah telah memberi petunjuk kepada saya. Itu kisah perjalanan saya. Semoga sahabat bisa mengambil pelajaran dan semoga bermanfaat.



Berdua dengan Ayah


               Barusaja aku resmi diterima sebagai mahasiswi di salah satu perguruan tinggi swasta di kota Malang. Setelah mengalami kegagalan  2 kali masuk PTN, akhirnya aku memutuskan untuk kuliah di swasta. Jarak antara kampus dan rumahku cukup jauh. Bila ditempuh dengan mobil hanya 2 jam tapi jika ditempuh dengan naik bis bisa memakan waktu 4-5 jam. Sayangnya, aku bukanlah orang kaya yang punya mobil. Terpaksa aku harus naik bis menuju kampus. Sebagai mahasiswa baru, banyak kegiatan kampus yang harus aku lakukan. Misalnya, kegiatan ospek, penggalian potensi, aplinet dll.
                Pagi itu, tepatnya hari kamis, aku harus ke kampus untuk menghadiri kegiatan penggalian potensi. Kebetulan acara tersebut dimulai jam 1 siang. Aku berangkat hanya berdua dengan Ayah. Aku tak menyangka Ayah mau menemaniku.  Padahal, dulu sewaktu aku masih SMP dan SMA, Ayah tak pernah ikut campur mengurusi kegiatan sekolahku apalagi mengantarkanku ke sekolah. Tidak mungkin. Ayah terlalu sibuk dengan pekerjaannya.
                Di dalam bis,aku seperti bermimpi bisa duduk berdua dengan Ayah. Rasanya aku ingin menangis. Melihat wajah Ayah yang tidur disampingku. Wajah Ayah nampak lelah. Mungkin terlalu banyak beban keluarga yang dipikirnya terutama aku, putri sulungnya. Aku merasa bersalah. Saat SMP dan SMA aku berpikir bahwa Ayah tidak pernah peduli denganku, ternyata itu salah. Sekarang Ayah disampingku, sedang terlelap dalam tidurnya. Dadaku terasa sesak menahan airmataku agar tidak jatuh. Berulang kali aku mengedip-ngedipkan kedua mataku.
                Setelah 3 jam dalam perjalanan, akhirnya sampai juga diterminal Arjosari. Aku dan Ayah masih harus naik angkot ADL atau AL untuk menuju terminal Landungsari. Didalam angkot terasa begitu sesak. Saking banyaknya penumpang, aku dan Ayah sampai tidak bisa bergerak. Aku menatap wajah Ayah dalam-dalam. Lagi-lagi aku merasa bersalah. Aku telah membuatnya susah.
“Ayah, maafkan aku telah menyusahkanmu.”batinku.
Setelah 1 jam, akhirnya sampai di terminal Landungsari, aku dan Ayah harus berjalan kaki sejauh 500 km untuk menuju kampus. Cuaca sangat panas. Aku dan Ayah berjalan berdua melewati sawah dan menyebrangi sungai. Sungguh perjalanan yang sangat luarbiasa.
                Tepat pukul 12 siang, akhirnya sampai juga di kampus. Acara masih belum dimulai. Setelah sholat, Ayah menemaniku mencari tempat yang tertera dalam jadwal. Tak butuh waktu lama untuk menemukannya. Setelah itu Ayah meninggalkanku bersama seorang teman yang baru ku kenal. Sebut saja Lia. Ia adalah siswi alumni gontor yang sangat fasih berbicara bahasa inggris dan arab. Ditengah-tengah obrolanku dengannya, aku menoleh kebelakang mencari Ayah. Terlihat Ayah sedang duduk seorang diri di samping perpustakaan. Aku pun berteriak,”Ayah, tunggu aku ya..”
Ayah hanya mengangguk. Aku sedikit lega.  Gak seperti biasanya, Ayah betah menunggu. Kulihat jam ponsel sudah menunjukkan jam 1, aku dan teman baruku bergegas masuk  ruangan yang tertera dalam jadwal. Sesampai  disana, ada sekumpilan kakak tingkat yang bertugas mengecek  berkas - berkas kami. Temanku, Lia kebingungan. Berkas yang dia bawa tidak lengkap. Spontan kami meminta ijin keluar kepada panitia.
                “Ifa, maaf ngerepotin. Jangan marah ya.. temenin aku fotocopy..”pinta Lia penuh harap.
                “Iya.. gak apa2..makanya lain kali dicek dulu, jangan diulangi lagi..”sahutku.
Akhirnya kami keluar ruangan mencari jasa fotocopy disekililing kampus. Alhamdulillah, tidak jauh dari tempat itu, kami menemukan jasa fotocopy.
                “Mas, Tolong fotocopy ini 1 lembar dan scan foto ini 5 lembar.”pinta Lia.
Hanya dalam hitungan menit, akhirnya selesai.
                “Semuanya 5.200 mbak..”
                “Oh..Ini..”(sambil menyerahkan uang dengan nominal 10.000).
                “Wah, gak ada kembaliannya mbak, ada uang pas?”
                “Oh, ya sudah kembaliannya buat mbak itu.”(sambil menunjuk salah seorang konsumen).
                “Temannya ya mbak?”
                “Bukan, ya sudah jazakillah..”sahut Lia.
Dalam hatiku, aku berucap ‘subhanallah’. Secara tidak langsung, teman baruku ini mengajarkanku arti berbagi.  Tanpa ada rasa ragu, ia memberi uang kembaliannya kepada konsumen lain yang belum ia kenal. Baru pertama kali aku menemukan orang seperti Lia. Kami bergegas memasuki ruangan. Lia langsung menyerahkan berkasnya.
                “Ok.. sudah lengkap. Silahkan kalian antri disana bersama teman yang lain.”kata Panitia.
Kami menuruti apa yang panitia katakan. Tak lama kami mengantri, akhirnya kami di tes .
                Tes berlangsung selama 3 jam, akhirnya selesai. Aku langsung meminta ijin kepada Lia untuk pulang terlebih dahulu. Aku segera menemui Ayah di samping perpustakaan. Kulihat Ayah sedang mengobrol dengan seorang pria setengah baya. Rupanya pria itu juga sedang menunggu anaknya. Kami segera berpamitan kepada pria setengah baya itu.
                “Mari Pak, assalamu’alaikum.”kata Ayah sambil menganggukkan kepalanya.
                Aku dan Ayah jalan berdua menuju terminal. Perjalanan menuju terminal sekitar 1 jam. Di dalam angkot, aku menceritakan kejadian yang  barusaja aku alami bersama teman baruku. Lia. Rupanya Ayah senang mendengar ceritaku.
                “Ayah, tadi Lia nawarin aku untuk mampir ke rumahnya, malah disuruh menginap.”
                “Iyaa.. kapan-kapan saja kita mampir ke rumahnya.” sahut Ayah sambil tersenyum.
Sesampai di terminal Arjosari, aku dan Ayah berbuka  puasa dengan menu seadanya dan melanjutnya perjalanan pulang. Di dalam bis, aku tidak tega melihat wajah Ayah yang nampak sangat kelelahan. Aku bangga dan aku cinta kepada Ayah. Namun, aku bukanlah gadis Ayah yang pandai mengungkapkan rasa sayangku kepada Ayah. Aku hanya berusaha menuruti semua perintahnya selama tidak keluar syari’at. Ditengah kenyamananku duduk dalam bis, tiba-tiba bis berhenti. Seorang kondektur menyuruh para penumpang untuk pindah ke bis lain tanpa alasan. Spontan, kami pindah begitu saja.
                Di dalam bis lain, seorang kondektur menghampiri kami. Ia meminta karcis bis sebelumnya.
                “Pak, karcisnya ketinggalan di bis sebelumnya.”jawab Ayah.
                “Wah, tidak bisa begitu . Kalau karcisnya hilang bagaimana saya harus bertanggungjawab?”
                “Saya sudah bayar tapi kami lupa karcisnya.”sahut Ayah mulai jengkel.
Kondektur tersebut melirik kepadaku dan menanyakan karcis. Ayah langsung menjawab dengan tegas, “Ini anakku, kami sudah membayar 2 karcis. Tapi kami lupa.”
                “Wah, gimana ini Pak? Bapak tidak punya bukti.  Bapak harus bayar lagi.”
                “Pak, kita sudah bayar kok. Tapi karcis kita ketinggalan.”sahutku jengkel.
                “Ya sudah, kami turun disini saja.”ujar Ayah sambil menarik tanganku.
                “EeehH.. tunggu Pak. Jangan seperti itu.”kata kondektur sambil mencoba menahan.
                “Kalau kami disuruh bayar lagi, kami tidak mau.”jawab Ayah dengan marah.
Suasana di dalam bis semakin panas. Sementara aku dan Ayah memaksa untuk turun dari bis.
                “Ya sudah Pak, saya cek lagi. Bapak duduk disini saja.”pinta Kondektur.
Aku dan Ayah kembali duduk di tempat semula. Aku melihat wajah Ayah nampak kesal. Aku memaklumi hal itu. Aku pun juga ikut geram kepada kondektur itu.
                Beberapa menit kemudian, kondektur itu menghampiri kami lagi.
                “Maaf Pak, tadi ada kesalahan. Ternyata benar, Bapak sudah bayar. Maaf ya Pak..”ujar kondektur.
                “Iya sama-sama.”jawab Ayah.
Aku sedikit lega mendengar pernyataan Pak kondektur tadi. Akhirnya, kami bisa menikmati perjalanan pulang kami dengan tenang.
                                                                                ***


                Cerita diatas adalah kisah nyata penulis. Mungkin dapat diambil hikmah dari cerita tersebut. Sejatinya laki-laki yang biasa kita panggil dengan sebutan ‘Ayah’ adalah laki-laki yang sangat menyayangi kita. Ayah selalu memberi yang terbaik untuk anaknya. Seperti cerita diatas, seorang Ayah rela meluangkan waktunya untuk mengantarkan putrinya dan menunggunya hingga beberapa jam. Padahal menunggu adalah hal yang sangat dibenci laki-laki. So, Keep positive feeling to our father.  

Diberdayakan oleh Blogger.

Followers

About Me

Foto Saya
Nur Latifa
Seseorang yang sedang memantaskan diri untuk menyambut pangeran yang akan Tuhan kirimkan esok. Memantaskan diri untuk bersanding dan menuju surga dengannya. Dengan pangeran pilihan Tuhan.
Lihat profil lengkapku
Free Website templatesfreethemes4all.comLast NewsFree CMS TemplatesFree CSS TemplatesFree Soccer VideosFree Wordpress ThemesFree Web Templates